RSS

Tentang Mela dan Chika (part 6)


Sebelum mulai share kelanjutan cerita dari novel wanna be ku ini, sejujurnya aku mulai bosan dengan alur cerita dan gaya bahasa tokoh-tokoh di novel ini.  Aku mulai nulis novel ini sejak SMA dan berakhir di part 5.  Beberapa hari ini mencoba melanjutkan tapi sedikit pusing dan tidak mendapat ide karena ceritanya yang terlalu childish sedangkan sekarang aku sudah tumbuh lebih dewasa dari sebelumnya.  Rasanya semakin ke belakang, aku semakin memakai gaya bahasa yang lebih dewasa.  tapi entahlah semoga kalian suka ya :)

Baca cerita sebelumnya disini

***
Mela sepertinya sudah tidak bernafsu makan, seisi perutnya serasa diaduk-aduk, jantungnya berdetak kencang, dan sudah pasti wajahnya memerah.  Dimas terlihat lebih tenang walaupun sebenernya dia tidak bisa menahan rasa itu lebih lama, detak jantungnya mungkin tak kalah kencangnya dengan Mela.  Dimas mencoba memecah suasana kaku itu.
“Jadi siapa cowok yang kamu suka?”, sekali lagi Dimas bertanya dan membuat Mela semakin menundukkan wajahnya.  Mela bingung harus menjawab apa, sepertinya Dimas sudah tahu bahwa Mela menyukainya.  Dimas mengambil sesuatu dari sakunya kemudian menyodorkannya kepada Mela.  “Cowok ini bukan yang selama ini kamu suka?”.  Mela terkejut ketika melihat Dimas menyodorkan foto keluarganya dan menunjuk dirinya sendiri.
“Mmhh..Kak maaf. Aku..aku...”
“Udah gak usah dilanjutin.  Aku gak mau kamu bilang duluan.  Biar aku aja yang bilang.  Aku suka sama kamu, sayang sama kamu, aku gak tau sejak kapan yang jelas aku ragu untuk bilang karena aku gak enak sama Egy dan orang tua kamu”,  Mela tersentak mendengar pengakuan Dimas.
“Mak..maksud kakak?”

“Kurang jelas?”
“Eh bukan.  Nggak nggak kok jelas kak”,  Mela benar-benar salah tingkah apalagi beberapa saat kemudian Dimas meraih tangannya.
“Chika, mau gak kamu jadi pacarku?”
“apa??”, Mela menarik tangannya dari genggaman tangan Dimas.  Napasnya tersengal-sengal dan mulutnya menganga.  Dia tidak menyangka efek ditembak cowok akan seekstrim ini.
“Kamu gak apa-apa, Chik? Maaf aku gak maksud...”
“Kak pulang aja yuk, aku udah kenyang nih”
Dimas menjadi tambah bingung melihat tingkah Mela.  Baru kali ini dia menyatakan cinta ke cewek dan mendapat reaksi seperti itu.  Tapi akhirnya Dimas mengantar Mela pulang walaupun belum mendapat jawaban apa-apa dari Mela.  Sepanjang perjalanan mereka hanya saling terdiam sampai akhirnya mobil Dimas berhenti di depan pagar rumah Mela.
“Chik, gak apa-apa kok kalau kamu gak bisa.  Aku gak maksa.  Aku juga gak mau nantinya kamu malah jauhin aku setelah aku ungkapin semuanya”, Dimas memasang tampang putus asa.
“Aku gak apa-apa kok Kak.  Aku..mmmhh...aku...aku mau kok jadi pacar kakak”

***
Mela bernyanyi kecil di kamar mandi, hatinya benar-benar lega sekaligus gembira.  Penantiannya telah usai dan kini dia bisa mendapatkan seseorang yang dia cintai walaupun mereka harus merahasiakannya terlebih dahulu karena Dimas tidak ingin menghebohkan seisi rumah dan sekolahnya.
Mela bisa dengan mudah keluar rumah dengan Dimas karena kebetulan Egy sedang sibuk mempersiapkan keberangkatannya ke Korea untuk mengikuti lomba karate.  Orang tua Mela sudah mempercayai Dimas untuk membantu Mela mengurus keperluan masuk sekolah sekolah barunya.  Dan itu benar-benar menjadi kesempatan mereka untuk berkencan.
“Udah semua kan, Kak? Habis ini kita kemana?”, tanya Mela pada Dimas.  Saat itu mereka sedang berada di pusat perbelanjaan.
“Udah kok.  Kita ke taman yang waktu itu aja ya, yang terakhir kita kesana pas nenek kamu meninggal.  Disana kalo malem bagus loh”
“Ah gak mau ah, kak.  Disana kan kalo malem banyak orang pacaran.  Apalagi sekarang malam minggu”
“emangnya kamu pikir kita gak pacaran?”, Dimas menarik ujung rambut Mela yang dikuncir.
“Aw sakit, kak ! udah pacaran masih aja usil.  Emang gak ada tempat lain apa?  Kak Dimas kan lagi pake motor, masak malem-malem mau kesana.  Kan dingin kak”
“Kamu kan udah pake jaket tebel, Chik”
“tapi tetep aja nanti pasti dingin”
“okelah, tunggu disini bentar ya.  Jangan kemana-mana sampai aku balik.  Nih titip kantong belanjaku”,  Dimas menyodorkan kantong belanjaan berisi sepatu futsal miliknya kemudian pergi begitu saja meninggalkan Mela di sebelah eskalator.
“Loh kak mau kemana?”, Mela setengah berteriak memanggil Dimas yang sudah mulai menjauh tetapi percuma karena Dimas tidak mendengarnya.
Lima menit berlalu tapi Dimas masih saja belum kembali.  Mela yang mulai bosan menunggu memutuskan untuk menelepon Dimas, tapi baru saja ingin memencet tombol call, Dimas sudah tampak di kejauhan sambil berlari-lari kecil.
“Darimana sih, kak lama banget”, tanya Mela ketika Dimas sudah kembali berdiri di hadapannya sambil membawa sebuah shopping bag.
“Maaf ya lama.  Ya udah yuk kita langsung berangkat aja biar gak kemaleman”, Dimas langsung menggenggam tangan Mela setengah menyeretnya.
“Loh ini jadi mau ke taman? Aku kan gak mau Kak.  Ih gimana sih gak pengertian banget”,  Mela tampaknya mulai kesal pada Dimas.
“Tenang aja kamu gak bakal kedinginan kok, malah nanti gak pengen pulang”, Dimas mempererat genggaman tangannya agar Mela tidak bisa melarikan diri.
“iiihhh Kak Dimas apaan sih, pokoknya aku gak mau Kaaakkk”, Mela berusaha melepas gandengan tangan Dimas tapi percuma, tenaga Dimas tentu lebih besar dari tenaganya.
Dimas baru melepaskan tangannya ketika sampai di tempat parkir.  Mela terlihat sangat kesal.  Dimas malah senyam senyum melihat ekspresi wajah Mela.  Dikeluarkannya sesuatu dari shopping bag yang sejak tadi dibawa, sebuah syal berwarna pink.  Dimas melilitkan syal itu ke leher Mela dan membuat Mela sedikit melting.
“Maaf ya tadi aku ninggalin kamu.  Aku beli syal ini biar nanti kamu gak kedinginan di motor.  Mau kan aku ajak ke taman?”
Mela hanya bisa mengangguk.  Tiba-tiba sekujur tubuhnya terasa hangat.  Bukan karena syal yang diberikan Dimas.  Tapi karena cintanya pada Dimas yang semakin membara.
“Makasih ya, Kak”, Mela berterimakasih sambil naik ke atas motor Dimas dan memeluknya dengan erat.
Suasana taman itu di malam hari memang sangat indah.  Bintang-bintang terlihat sangat jelas dari pinggir danau.  Mela dan Dimas duduk di atas motor sambil menikmati jagung bakar.
“Tuh kan kak, apa aku bilang.  Banyak yang pacaran kan disini”
“Terus kenapa? Kita kan juga pacaran.  Gak masalah dong”
Pipi Mela memerah karena malu ketika Dimas menyebut kata pacaran.  Mela masih tidak percaya kalau laki-laki yang berada di depannya saat ini adalah pacarnya, pacar pertama, dan laki-laki itu adalah Dimas.
Dimas dan Mela sangat menikmati suasana malam itu sambil mengobrol tentang banyak hal.  Tidak terasa malam semakin larut dan membuat Mela sedikit khawatir.
“Kak pulang yuk.  Nanti dicariin Bunda loh”
“Bentar lagi ya, Chik.  Aku masih pengen sama kamu.  Lagian aku udah pamit tadi sama Bunda”
“Pamitnya kan Cuma nemenin aku beli sepatu doang, kak”
“Nggak, aku udah pamit mau ngajak kamu jalan juga”
“hah?”, Mela mengernyitkan dahinya.
“bunda sama ayah kan sudah tau kalo kita pacaran”
“haahhh??”, kali ini Mela memelototkan matanya.
“Aku mana berani nembak kamu kalau aku gak ijin dulu sama orang tua kamu.  Cuma Egy sih yang belum tau”
“hah?”, mulut Mela menganga.
“hah hoh hah hoh aja daritadi”
“ya ampun kak, kak Dimas segitunya sampai minta ijin dulu sama bunda sama ayah.  Kayak orang mau ngelamar aja”
“hahaha ya sekalian latihan gitu gak apa-apa kan? Aku gak mau kalau misal kita jadian tanpa restu ayah sama bunda trus tiba-tiba ketahuan dan mereka nyuruh kita putus.  Aku gak mau liat kamu sedih”, Dimas menatap Mela.  Tatapan matanya sangat dalam dan menunjukkan bahwa dia sangat menyayangi Mela.
Mela tersenyum kemudian berkata “aku sayang banget sama kamu, kak”
Dimas membelai rambut Mela dengan lembut kemudian mencium pipi kanannya, “aku juga sayang sama kamu”
Lagi-lagi Mela begitu shock.  Ini pertama kalinya ada laki-laki yang mencium pipinya selain ayah dan Egy.  Jantungnya kembali berdetak kencang dan napasnya tersengal.  Belum selesai efek dari ciuman tadi tiba-tiba Dimas memegang wajah Mela.  Kini keduanya berhadapan dan Dimas bisa melihat dengan jelas dan dekat wajah cantik Mela malam itu.
“Tadi itu buat pipi kanan kamu, tapi aku gak mau nanti pipi kiri kamu ngiri”, Dimas kembali mencium Mela, kali ini di pipi kirinya.  “nah, sudah imbang kan yang kanan sama yang kiri sekarang.  Mau pulang?”, Mela hanya bisa mengangguk.  Rasanya kakinya sudah tidak bisa lagi menapak tanah.  Mela terdiam sepanjang jalan sambil memeluk erat Dimas dari belakang dan merasakan hangatnya punggung Dimas.
Tepat pukul sepuluh malam Mela sampai di rumahnya.  Dia sudah mulai tenang dan kembali bersikap biasanya.
“makasih buat malam ini ya kak”, kata Mela ketika turun dari motor
“iya makasih juga buat kamu.  Oh ya, besok seharian aku sibuk di sekolah nyiapin buat MOS hari Senin nanti.  Aku baru bisa telepon kamu nanti malem ya”
“iya gak apa-apa kok, Kak.  Aku masuk dulu ya.  Daaahh Kak Dimas”, Mela melambaikan tangannya ketika sudah ada di dalam pagar.  Dimas mulai menyalakan mesin motornya.  Mela masuk ke dalam rumah ketika Dimas sudah menghilang dari depan rumah.  Tapi kemudian Mela menyadari sesuatu.

“Oh my God ! Senin sudah masuk sekolah.  Gue udah SMA dan lusa gue bakal MOS.  Pasti bakalan dikerjain habis-habisan sama kakak osisnya dan kak Dimas salah satu anggota OSIS.  Aduhh...bakalan dikerjain gak ya sama kak Dimas??”

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright 2009 EchAmazing. All rights reserved.
Free WPThemes presented by Leather luggage, Las Vegas Travel coded by EZwpthemes.
Bloggerized by Miss Dothy