Baca cerita sebelumnya disini
***
Mela sepertinya sudah tidak bernafsu makan, seisi
perutnya serasa diaduk-aduk, jantungnya berdetak kencang, dan sudah pasti
wajahnya memerah. Dimas terlihat lebih
tenang walaupun sebenernya dia tidak bisa menahan rasa itu lebih lama, detak
jantungnya mungkin tak kalah kencangnya dengan Mela. Dimas mencoba memecah suasana kaku itu.
“Jadi siapa cowok yang kamu suka?”, sekali lagi Dimas
bertanya dan membuat Mela semakin menundukkan wajahnya. Mela bingung harus menjawab apa, sepertinya
Dimas sudah tahu bahwa Mela menyukainya.
Dimas mengambil sesuatu dari sakunya kemudian menyodorkannya kepada
Mela. “Cowok ini bukan yang selama ini
kamu suka?”. Mela terkejut ketika
melihat Dimas menyodorkan foto keluarganya dan menunjuk dirinya sendiri.
“Mmhh..Kak maaf. Aku..aku...”
“Udah gak usah dilanjutin. Aku gak mau kamu bilang duluan. Biar aku aja yang bilang. Aku suka sama kamu, sayang sama kamu, aku gak
tau sejak kapan yang jelas aku ragu untuk bilang karena aku gak enak sama Egy
dan orang tua kamu”, Mela tersentak
mendengar pengakuan Dimas.
“Mak..maksud kakak?”
“Kurang jelas?”
“Eh bukan. Nggak
nggak kok jelas kak”, Mela benar-benar
salah tingkah apalagi beberapa saat kemudian Dimas meraih tangannya.
“Chika, mau gak kamu jadi pacarku?”
“apa??”, Mela menarik tangannya dari genggaman tangan
Dimas. Napasnya tersengal-sengal dan
mulutnya menganga. Dia tidak menyangka
efek ditembak cowok akan seekstrim ini.
“Kamu gak apa-apa, Chik? Maaf aku gak maksud...”
“Kak pulang aja yuk, aku udah kenyang nih”
Dimas menjadi tambah bingung melihat tingkah Mela. Baru kali ini dia menyatakan cinta ke cewek
dan mendapat reaksi seperti itu. Tapi
akhirnya Dimas mengantar Mela pulang walaupun belum mendapat jawaban apa-apa
dari Mela. Sepanjang perjalanan mereka
hanya saling terdiam sampai akhirnya mobil Dimas berhenti di depan pagar rumah
Mela.
“Chik, gak apa-apa kok kalau kamu gak bisa. Aku gak maksa. Aku juga gak mau nantinya kamu malah jauhin
aku setelah aku ungkapin semuanya”, Dimas memasang tampang putus asa.
“Aku gak apa-apa kok Kak.
Aku..mmmhh...aku...aku mau kok jadi pacar kakak”
***
Mela bernyanyi kecil di kamar mandi, hatinya benar-benar
lega sekaligus gembira. Penantiannya
telah usai dan kini dia bisa mendapatkan seseorang yang dia cintai walaupun
mereka harus merahasiakannya terlebih dahulu karena Dimas tidak ingin
menghebohkan seisi rumah dan sekolahnya.
Mela bisa dengan mudah keluar rumah dengan Dimas karena
kebetulan Egy sedang sibuk mempersiapkan keberangkatannya ke Korea untuk
mengikuti lomba karate. Orang tua Mela
sudah mempercayai Dimas untuk membantu Mela mengurus keperluan masuk sekolah
sekolah barunya. Dan itu benar-benar
menjadi kesempatan mereka untuk berkencan.
“Udah semua kan, Kak? Habis ini kita kemana?”, tanya Mela
pada Dimas. Saat itu mereka sedang
berada di pusat perbelanjaan.
“Udah kok. Kita ke
taman yang waktu itu aja ya, yang terakhir kita kesana pas nenek kamu
meninggal. Disana kalo malem bagus loh”
“Ah gak mau ah, kak.
Disana kan kalo malem banyak orang pacaran. Apalagi sekarang malam minggu”
“emangnya kamu pikir kita gak pacaran?”, Dimas menarik
ujung rambut Mela yang dikuncir.
“Aw sakit, kak ! udah pacaran masih aja usil. Emang gak ada tempat lain apa? Kak Dimas kan lagi pake motor, masak
malem-malem mau kesana. Kan dingin kak”
“Kamu kan udah pake jaket tebel, Chik”
“tapi tetep aja nanti pasti dingin”
“okelah, tunggu disini bentar ya. Jangan kemana-mana sampai aku balik. Nih titip kantong belanjaku”, Dimas menyodorkan kantong belanjaan berisi
sepatu futsal miliknya kemudian pergi begitu saja meninggalkan Mela di sebelah
eskalator.
“Loh kak mau kemana?”, Mela setengah berteriak memanggil
Dimas yang sudah mulai menjauh tetapi percuma karena Dimas tidak mendengarnya.
Lima menit berlalu tapi Dimas masih saja belum
kembali. Mela yang mulai bosan menunggu
memutuskan untuk menelepon Dimas, tapi baru saja ingin memencet tombol call, Dimas sudah tampak di kejauhan
sambil berlari-lari kecil.
“Darimana sih, kak lama banget”, tanya Mela ketika Dimas
sudah kembali berdiri di hadapannya sambil membawa sebuah shopping bag.
“Maaf ya lama. Ya
udah yuk kita langsung berangkat aja biar gak kemaleman”, Dimas langsung
menggenggam tangan Mela setengah menyeretnya.
“Loh ini jadi mau ke taman? Aku kan gak mau Kak. Ih gimana sih gak pengertian banget”, Mela tampaknya mulai kesal pada Dimas.
“Tenang aja kamu gak bakal kedinginan kok, malah nanti
gak pengen pulang”, Dimas mempererat genggaman tangannya agar Mela tidak bisa
melarikan diri.
“iiihhh Kak Dimas apaan sih, pokoknya aku gak mau
Kaaakkk”, Mela berusaha melepas gandengan tangan Dimas tapi percuma, tenaga
Dimas tentu lebih besar dari tenaganya.
Dimas baru melepaskan tangannya ketika sampai di tempat
parkir. Mela terlihat sangat kesal. Dimas malah senyam senyum melihat ekspresi
wajah Mela. Dikeluarkannya sesuatu dari
shopping bag yang sejak tadi dibawa, sebuah syal berwarna pink. Dimas melilitkan syal itu ke leher Mela dan
membuat Mela sedikit melting.
“Maaf ya tadi aku ninggalin kamu. Aku beli syal ini biar nanti kamu gak
kedinginan di motor. Mau kan aku ajak ke
taman?”
Mela hanya bisa mengangguk. Tiba-tiba sekujur tubuhnya terasa
hangat. Bukan karena syal yang diberikan
Dimas. Tapi karena cintanya pada Dimas
yang semakin membara.
“Makasih ya, Kak”, Mela berterimakasih sambil naik ke
atas motor Dimas dan memeluknya dengan erat.
Suasana taman itu di malam hari memang sangat indah. Bintang-bintang terlihat sangat jelas dari
pinggir danau. Mela dan Dimas duduk di
atas motor sambil menikmati jagung bakar.
“Tuh kan kak, apa aku bilang. Banyak yang pacaran kan disini”
“Terus kenapa? Kita kan juga pacaran. Gak masalah dong”
Pipi Mela memerah karena malu ketika Dimas menyebut kata
pacaran. Mela masih tidak percaya kalau
laki-laki yang berada di depannya saat ini adalah pacarnya, pacar pertama, dan
laki-laki itu adalah Dimas.
Dimas dan Mela sangat menikmati suasana malam itu sambil
mengobrol tentang banyak hal. Tidak
terasa malam semakin larut dan membuat Mela sedikit khawatir.
“Kak pulang yuk.
Nanti dicariin Bunda loh”
“Bentar lagi ya, Chik.
Aku masih pengen sama kamu.
Lagian aku udah pamit tadi sama Bunda”
“Pamitnya kan Cuma nemenin aku beli sepatu doang, kak”
“Nggak, aku udah pamit mau ngajak kamu jalan juga”
“hah?”, Mela mengernyitkan dahinya.
“bunda sama ayah kan sudah tau kalo kita pacaran”
“haahhh??”, kali ini Mela memelototkan matanya.
“Aku mana berani nembak kamu kalau aku gak ijin dulu sama
orang tua kamu. Cuma Egy sih yang belum
tau”
“hah?”, mulut Mela menganga.
“hah hoh hah hoh aja daritadi”
“ya ampun kak, kak Dimas segitunya sampai minta ijin dulu
sama bunda sama ayah. Kayak orang mau
ngelamar aja”
“hahaha ya sekalian latihan gitu gak apa-apa kan? Aku gak
mau kalau misal kita jadian tanpa restu ayah sama bunda trus tiba-tiba ketahuan
dan mereka nyuruh kita putus. Aku gak
mau liat kamu sedih”, Dimas menatap Mela.
Tatapan matanya sangat dalam dan menunjukkan bahwa dia sangat menyayangi
Mela.
Mela tersenyum kemudian berkata “aku sayang banget sama
kamu, kak”
Dimas membelai rambut Mela dengan lembut kemudian mencium
pipi kanannya, “aku juga sayang sama kamu”
Lagi-lagi Mela begitu shock. Ini pertama kalinya ada laki-laki yang
mencium pipinya selain ayah dan Egy.
Jantungnya kembali berdetak kencang dan napasnya tersengal. Belum selesai efek dari ciuman tadi tiba-tiba
Dimas memegang wajah Mela. Kini keduanya
berhadapan dan Dimas bisa melihat dengan jelas dan dekat wajah cantik Mela
malam itu.
“Tadi itu buat pipi kanan kamu, tapi aku gak mau nanti
pipi kiri kamu ngiri”, Dimas kembali mencium Mela, kali ini di pipi
kirinya. “nah, sudah imbang kan yang
kanan sama yang kiri sekarang. Mau
pulang?”, Mela hanya bisa mengangguk.
Rasanya kakinya sudah tidak bisa lagi menapak tanah. Mela terdiam sepanjang jalan sambil memeluk
erat Dimas dari belakang dan merasakan hangatnya punggung Dimas.
Tepat pukul sepuluh malam Mela sampai di rumahnya. Dia sudah mulai tenang dan kembali bersikap
biasanya.
“makasih buat malam ini ya kak”, kata Mela ketika turun
dari motor
“iya makasih juga buat kamu. Oh ya, besok seharian aku sibuk di sekolah
nyiapin buat MOS hari Senin nanti. Aku baru
bisa telepon kamu nanti malem ya”
“iya gak apa-apa kok, Kak. Aku masuk dulu ya. Daaahh Kak Dimas”, Mela melambaikan tangannya
ketika sudah ada di dalam pagar. Dimas
mulai menyalakan mesin motornya. Mela
masuk ke dalam rumah ketika Dimas sudah menghilang dari depan rumah. Tapi kemudian Mela menyadari sesuatu.
“Oh my God ! Senin sudah masuk sekolah. Gue udah SMA dan lusa gue bakal MOS. Pasti bakalan dikerjain habis-habisan sama
kakak osisnya dan kak Dimas salah satu anggota OSIS. Aduhh...bakalan dikerjain gak ya sama kak
Dimas??”
0 komentar:
Posting Komentar