Habis ngubek-ngubek isi laptop gak sengaja reread salah satu karanganku. Dulu aku selalu bermimpi untuk jadi penulis terkenal. Bayangkan saja, sejak SD aku sudah mulai menulis cerpen. Satu buku sekitar lebih dari 60 halaman sudah terisi penuh oleh cerpen yang aku tulis selama SD, sayang sekarang bukunya raib entah kemana padahal kalau dibaca pasti ceritanya banyak yang lucu. Yang aku ingat, aku sering menulis cerita tentang kerajaan, binatang, dan anak yang punya ibu tiri, hehehe kebanyakan nonton sinetron.
Beranjak SMP, aku mulai bercita-cita menulis sebuah novel. Kali ini aku gak nulis di buku lagi, tapi di komputer. berhubung dulu aku masih belum punya komputer pribadi, aku harus gantian sama papa. Tiap kali aku punya ide, langsung aku tuliskan di buku kemudian aku salin di komputer kalau papa lagi gak make komputernya.Waktu itu aku mulai suka baca novel remaja, jadi karanganku juga tentang masa-masa remaja yang penuh dengan cinta :) entah udah sampai mana novelku waktu itu, yang jelas waktu salah satu teman cowokku meminjam flashdisk yang isinya beberapa karanganku,aku jadi malu setengah mati karena temanku itu membacanya dan dia tau kalau novel itu adalah kisah nyataku. tanpa pikir panjang langsung aja aku delete novel yang udah aku tulis selama berbulan-bulan itu. Dasar remaja labil ! :)
Menginjak SMA, teman-temanku sering meminta tolong membuatkan cerpen untuk tugas Bahasa Indonesia. Dengan senang hati aku buatkan untuk mereka, beberapa ada yang aku post di facebook dan dengan mudahnya temanku minta ijin copas untuk tugas mereka. Aku gak masalah sih, toh buat apa juga nyimpen cerpen banyak-banyak.
Keinginanku untuk menerbitkan novel atau kumpulan cerpenku gak pernah hilang sampai sekarang. Aku masih menyempatkan menulis walaupun hanya sebentar, hanya untuk menghilangkan sedikit kejenuhan walaupun aku gak tau kapan mimpi ini terwujud :)
Well, ini adalah salah satu karyaku semasa SMA. Semoga kalian suka :)
***
Terik matahari siang itu membuat pipi Mela yang putih bersih
menjadi kemerah-merahan. Gadis SMP itu
cepat-cepat masuk ke dalam rumah begitu turun dari mobil Fista, temannya.
“Kok tumben pulang cepet, Chik?”, Tanya Bunda.
“Iya tadi diajakin naek mobilnya Fista, Bun”, jawab Mela
kemudian langsung naik ke lantai atas rumahnya.
Beberapa detik kemudian, Mela turun lagi.
“Bunda, Kak Egy mana?”, Tanya Mela.
“Kalau di kamarnya gak ada ya belum datang, Chik”, Mela manyun,
lalu kembali lagi ke atas. Dia masuk ke
kamar kakaknya dan mulai mencari-cari sesuatu.
Tapi sepertinya Mela belum juga menemukan barang yang dia inginkan.
“Huuuhhh kak Egy nih ditaruh dimana sih PSP ku ! Hhhhhh……”, Mela
menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur Egy.
“Tidur aja dulu ahh…”, Kemudian Mela mulai menarik selimut dan mencari
posisi tidur yang enak.
Melania Riska Putri atau yang biasa dipanggil Chika di
rumahnya, adalah anak bungsu dari keluarga yang berkecukupan tapi tetap selalu
bersikap sederhana. Dia masih duduk di
bangku kelas IX atau kelas tiga Sekolah Menengah Pertama, maklum saja kalau
kelakuannya masih seperti anak kecil padahal sebenarnya dia sudah bisa
dikatakan sebagai ABG. Egy, kakak Mela
adalah siswa kelas sebelas yang cukup bandel, eksis, sedikit norak dan sok sibuk. Tapi, meskipun begitu Egy adalah laki-laki
jantan yang selalu siap menumpas kejahatan yang mengganggu adiknya. Loh??
***
“Eh, nak Dimas. Ayo masuk !”, Dimas menyalami tangan Bunda
Egy.
“Lo, langsung masuk kamar gue aja deh, Dim. Gue mau ke kamar mandi dulu”, kata Egy.
“Mari Tante, saya ke atas dulu”, Dimas memang sudah terbiasa
main ke rumah Egy, jadi Dimas tidak merasa sungkan lagi untuk masuk sendiri ke
kamar Egy.
“Iya, silahkan”
Dimas membuka sepatunya dan langsung menghempaskan tubuhnya
ke tempat tidur Egy seperti yang dilakukan Mela tadi. Dimas tampak lelah sampai-sampai tidak
menyadari ada sesosok makhluk terbungkus selimut di sampingnya.
“Hhhoooaammm…….”, Mela mulai terbangun dari tidurnya dan
membuka selimutnya. Tiba-tiba….
“AAAAaAAAAaaAAaaaarrrrrraggghhhhhh…………………….”, Mela dan Dimas
berteriak bersamaan. Sontak Egy dan
Bundanya langsung berlari ke lantai atas.
“Ada apa ini?”, Tanya
Bunda.
“Ituuu Bundaaaaa…..ada monster !”, Mela menunjuk Dimas.
Muka Dimas langsung berubah jadi shock, dalam hatinya “apa?
gue dikatain monster sama anak ingusan”.
“lagian elo ngapain sih tiba-tiba muncul di kasur gue”, kali
ini giliran Egy yang angkat bicara.
“PSP gue kaaakkk…..”, Mela manyum sepuluh senti.
“Kamu ini ada- ada aja, Chik.
Ya udah Bunda tinggal dulu”, Bunda
geleng-geleng kepala
“kak Dimas ni lagian apaan sih
tiba-tiba masuk gak ketok pintu dulu?”,
Mela masih saja ngomel.
“eh gue kan udah biasa masuk sini,
situ aja yang tiba-tiba jadi siluman dibalik selimut !”
“eh gue kan adeknya Kak Egy, gue
juga udah biasa dong tidur disini !”, Mela semakin nyolot lengkap dengan gaya berkacak
pinggang dan mata melototnya.
“Eeeeehhh udah udah ! ni PSP lo gue
bawa ke sekolah. Udahh sana huss huss !
kembali ke alamnya”, Egy menengahi
pertengkaran antara Mela dan Dimas. Mela
keluar kegirangan setelah PSP kesayangannyaa sudah kembali ke tangan.
“lo gak capek apa berantem mulu sama
adek gue? Udah gue bilang kan terlalu sering berantem bisa buat jatuh cinta?”,
Egy berkata sambil membentuk simbol hati dengan tangannya.
Kontan Mata Dimas melotot.
“Ciyeeeee…..”, Egy semakin menggoda
Dimas.
“Eh sialan lu Gy !”, Dimas melempar
Egy dengan bantal.
Dimas tidak memungkiri kalau awal
pertemuannya dengan Mela sempat membuatnya terpesona. Mela memang cantik, imut, lucu, tapi Dimas
yang pada saat itu duduk di bangku kelas delapan kaget begitu tahu Mela masih duduk
di bangku kelas enam sekolah dasar. Mana
mungkin Dimas jatuh cinta pada anak ingusan?
Apalagi setelah Dimas tahu Mela galak sekali, childish dan suka nyolot,
Dimas menjadi semakin ilfil.
“woy ! kenapa ngelamun? Mikirin adek
gue, hah?”, Egy lagi-lagi menggoda Dimas, tapi Dimas tidak bergeming. “Gue bilangin adek gue nih yaa. Deeeekkkkk Dimas suka sama lo niiiii……!!!!”,
Egy berteriak dari kamarnya dan tentu saja Terdengar sampai kamar Mela yang
berdempetan dengan kamar Egy.
“Eh gila lu Gy ! Gue jotos juga nih muka
lu ! gue ngelamun mikirin Sherly tauk, bukan anak comel macem adek lu itu !”
“Ahh Dim, Dim, sejak kapan playboy
kayak lo masih mikirin mantan pacar ha?”
“sejak gue pacaran sama Sherly lah
!”
“lo sadar ga sih lo tuh udah
dicampakin ma si Sherly? Dimana harga diri lo men kalo masih aja ngarepin si
Sherly balik. Masih banyak kali cewek
perfect selaen dia”
“Lo gak tau Gy…ka..”
“Gue tau kok”, egy langsung memotong
pembicaraan Dimas. “Gue tau kok kalo
Sherly tu cantik, seksi, supermodel, susah ngedapetinnya, harus saingan
jotos-jotosan sama puluhan kakak kelas.
Dan akhirnya lo kepilih jadi satu-satunya berondong yang bias naklukin
hati si Sherly. Tapi adek gue gak kalah
cantiknya kok sama Sherly !”, Egy mengedipkan sebelah matanya.
“Ahhh elu Gy ! gue tidur aja ah sebelum ntar lagi suara
cerempeng adek lo tuh terdengar di kuping gue lagi “
“hahahahahaaa !”
***
“Kak Dimas segitunya deh sama aku”,
Mela sebenarnya daritadi menguping pembicaraan kakaknya dengan Dimas. Padahal tadi hatinya sudah mulai deg-degan
ketika kakaknya berteriak kalau Dimas menyukainya. Tetapi ternyata itu hanya bercanda.
Mela membuka tirai kamarnya,
memperhatikan Dimas yang keluar dari halaman rumah dan masuk ke dalam
mobil. Ternyata sosok Dimas yang selama
ini menjengkelkan bagi Mela, terkadang juga bisa membuat Mela tersenyum-senyum
karena ketampanannya. Yah, memang tidak bisa
dipungkiri kalau Dimas memang keren, bahkan supermodel yang usianya lebih tua
dari Dimas pun bisa jatuh cinta.
“mana mungkin Kak Dimas suka sama
anak ingusan kayak aku?”, Mela menutup
tirai kamarnya sambil senyum-senyum sendiri.
Kemudian Mela melanjutkan belajarnya.
Pagi-pagi sekali ketika Mela bangun
tidur, ada telepon dari Semarang, kampung halaman ayah Mela yang mengabarkan
bahwa nenek Mela meninggal. Ayah, Bunda,
dan Egy, bersiap-siap untuk pulang ke Semarang.
Sedangkan Mela tidak diajak karena pada saat itu Mela sedang Ujian
Nasional.
“Bundaa….Ayaahhh….Chika ikutt yaaa??
Pliiiiisssss”, Mela memohon kepada ayah bundanya dan mengikuti kemanapun mereka
pergi, kamar mandi, ruang tamu, ruang makan, dapur, selalu saja Mela ikuti.
“Chika, kamu kan besok sudah ujian,
ayah mau kamu konsen belajar disini.
Lagian Bunda sama Ayah Cuma pergi dua hari kok”, kata Ayah.
‘Iya sayang, makanan buat kamu juga
udah Bunda siapain selama dua hari ini.
Bunda udah bilang sama Bu Ana yang jual nasi campur di depan biar
ngirimin kamu tiap hari”, Bunda membelai kepala anak bungsunya itu.
“bisa-bisa wajah gue berubah jadi
nasi campur kalo tiap hari makannya nasi campur doang”, gerutu Mela dalam hati.
Mela ngambek dan lari ke kamarnya,
dia benar-benar tidak mau ditinggal sendirian di rumah, lagipula dia ingin
sekali melihat wajah neneknya untuk yang terakhir kali.
Tok tok tok.., Egy masuk ke kamar
Mela.
“dek elo kenapa sih ditinggal dua
hari aja udah ngambek segitunya? Tenang aja lo gak bakalan diculik disisni. Ntar gue bawain oleh-oleh deh dari
Semarang”, Egy mencoba membujuk
adiknya. Tapi tidak ada respon, Mela
masih saja membenamkan mukanya di bantal.
“Egyyyy, suruh adikmu turun, kita
mau berangkat sekarang”, perintah ayah.
“gimana mau turun kalo Chikanya
ngambek gini?”, Egy berpikir sebentar, tau tau Egy punya ide. “oke kalo elo gak mau turun, gue pamit
deh. Bye “, Egy keluar dari kamar Mela,
dia tau sebentar lagi Mela akan keluar kamar dan mengejarnya.
“mana Chika?”, Tanya ayah.
“ntar lagi juga turun, yah”, dan
benar saja. Tak lama kemudian Mela turun dengan rambut acak-acakan dan mata
sembab.
Bunda mengelus kepala Mela, “aduh
anak bunda yang manja, jangan ngambek gitu dong. Nenek juga pasti ga suka liat kamu kayak
gini. Ayo dong sayang, bikin nenek
senyum, bikin nenek bangga ngeliat kamu yang gak manja lagi, kan bentar lagi
udah mau jadi anak SMA, masak mau ngambek-ngambekan gini lagi?”, Mela terdiam,
kemudian Bunda melanjutkan bicaranya.
“kita berangkat dulu ya sayang, jaga rumah baik-baik, jangan lupa
belajar juga buat ujian besok”, Mela
mengangguk. Ternyata kata-kata bunda bisa
meluluhkan hati Mela juga.
***
Ketika Mela sedang mengunci pintu
rumahnya, Dimas datang seperti biasa untuk menjemput Egy.
“Egy ada Chik?”
“gak ada”
“hah? Kemana?”
“ke Semarang”
“Ngapain ?”
“nenek meninggal”
“innalillahi wainna ilaihi rojiun”
“keluar dulu gih kak, pagernya mau
gue kunci”
Dalam hati Dimas “tumben nih anak
ngomongnya baik-baik”
“kok tumben pagernya dikunci?”
“kan gak ada orang ke Semarang semua”
“jadi elo sendirian di rumah?”
“cerewet banget sih nanya mulu dari
tadi ! udah ah gue berangkat !”, Mela berjalan meninggalkan Dimas, sepertinya
kesabarannya sudah habis untuk menjawab pertanyaan Dimas.
Dimas masuk ke dalam mobilnya tapi
sepertinya dia tidak tega membiarkan Mela, adik sahabatnya sendiri berjalan
kaki.
“gue anterin ya Chik?”, Dimas
mengendarai mobilnya pelan-pelan di samping Mela sambil membuka kaca
mobilnya. Mela hanya menggeleng. “sampe halte aja deh !”, ajak Dimas lagi.
“kenapa?”, Tanya Mela
“apanya kenapa? Ya gak papa, ya udah
deh kalo gak mau”, Hampir saja Dimas menutup kaca mobilnya sebelum akhirnya
Mela mau juga masuk ke dalam mobil Dimas.
Ini bukan pertama kalinya Mela
diantar oleh Dimas ke sekolah, udah sering malah. Tapi kali ini berbeda, Mela hanya berdua
dengan Dimas, sedangkan biasanya ada Egy juga.
Sepanjang perjalanan Mela hanya bisa
diam, perasaan antara masih sebel ditinggal orang-orang ke Semarang dan
perasaan nervous berdua dengan orang cakep di mobil bercampur aduk menjadi
satu.
Dimas heran dengan sikap Mela hari
itu. diam-diam Dimas memperhatikan wajah
Mela. Sepertinya Mela sedang bête, atau
mungkin sebel. Tapi bukan itu yang
diperhatikan Dimas, Dimas memperhatikan wajah Mela yang dirasa semakin cantik
saja. Memang Mela sangat berbeda dengan
yang dia liat pertama kalinya. Mela
tampak lebih dewasa dibandingkan empat tahun yang lalu. Ya iyalah, dulu kan umur Mela masih sebelas
tahun, sekarang sudah lima belas tahun.
Mela tidak menyadari kalau Dimas memperhatikannya
daritadi, sampai akhirnya mereka tiba di sekolah Mela.
“Thanks Kak”, Mela menutup pintu
mobil sebelum Dimas berkata apa-apa.
Hari ini moodnya sedang jelek, coba kalau lagi bagus pasti Mela sudah
melompat lompat kegirangan karena bisa
berduaan dengan Dimas di dalam mobil
***
Bersambung
Bersambung
0 komentar:
Posting Komentar