Lihat Part sebelumnya disini
***
“apa lagi sih, Dim? Hubungan kita
tuh udah berakhir”, Sherly menepis tangan Dimas.
“Tapi aku masih belum bisa nerima
semua ini. Kamu putusin aku tanpa sebab,
apa salahku Sher?”, Dimas masih saja terus memaksa.
“aku kan udah bilang berkali-kali
sama kamu, Sorry Dim tapi aku udah gak ada rasa lagi sama kamu”, Dimas menghela
napas panjang mendengar jawaban Sherly,
sungguh jawaban yang tidak masuk akal.
“Aku harus pergi, sebentar lagi ada pemotretan”, Sherly meninggalkan
Dimas yang duduk termangu di pojok café.
Dimas tidak bisa berbuat apa apa
lagi. Sudah tidak ada gunanya Dimas
memaksa Sherly untuk kembali menjadi kekasihnya lagi. Benar kata Egy, dimana harga diri Dimas kalu
sampai harus mengemis cinta seperti itu.
“Hhhh…oke ! move on !”, Dimas berdiri dari
kursi dan segera meninggalkan café itu.
sampai di luar café tiba-tiba hujan turun deras. Dimas berlari menuju mobilnya dan segera
tancap gas.
FROM : Egy
TO : Dimas
bro, sory gw ga ngabarin lo. Gw ad d semarang skrg. Titip Chika ya ! hehehe :p
Dimas tersenyum membaca sms dari
Egy. “Chika? Anak ingusan itu? hahaha”,
Dimas geleng-geleng kepala. Tiba-tiba
dia melihat sesosok gadis berseragam putih biru di halte bus. Dimas menghentikan mobilnya dan membuka kaca
mobilnya.
“ayo gue anter!” Mela tidak
menjawab, dia hanya bisa memandangi Dimas sambil menggigil kedinginan. Dimas menjadi tidak tega dan segera
membukakan pintu mobilnya. “Ayo masuk!”, Mela pun menuruti Dimas tidak
peduli bajunya yang basah kuyup akan
membasahi jok mobil Dimas.
“Lo ngapain ujan-ujanan gitu? Kurang
kerjaan ha?”, Dimas berkata sambil terus berkonsentrasi mengemudikan mobilnya
di tengah hujan yang sangat lebat.
“Apaan sih lo!”, ternyata mood Mela
belum benar-benar kembali.
“eh gue nanya baik-baik ya sama
elo. Yaudahlah terserah !”, Dimas
benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Mela yang selalu saja membuat
dongkol hatinya.
Hujan belum juga reda ketika mobil
Dimas sudah sampai di depan rumah Mela.
“Thanks Kak”, Mela langsung saja
keluar dari mobil Dimas walaupun hujan masih turun cukup deras. Dimas hanya bisa mengerutkan keningnya. “padahal gue mau mayungin dia ke dalem, dasar
anak ingusan !”, baru saja Dimas akan meninggalkan rumah Mela. Tiba-tiba…..
Dhhhhhuuuuuaaarrrrrrrrr…………………………..
!!!!!!!
“AAaAAAaaaaarrggghhhhh………………..!!!!!!”,
Mela berlari lagi ke arah mobil Dimas.
Menggedor-gedor kaca mobilnya. “Kak Dimas Kak Dimass bukainnn !!!”. Dimas tampak kebingungan lalu segera
membukakan kaca mobilnya.
“Apa?”, Dimas tidak memedulikan raut
wajah Mela yang ketakutan.
“jangan pulang……”, Kali ini Mela
menyerah dan mencoba berdamai dengan Dimas.
Wajahnya terlihat sangat memohon.
Beberapa menit kemudian Dimas sudah duduk di depan televisi
sambil menyeruput kopi susu buatan Mela.
Ya, Mela berhasil membujuk Dimas untuk menemaninya di rumah sampai hujan
berhenti. Bukan karena cari-cari
kesempatan, tapi Mela sangat takut dengan petir dan Dimas tahu itu dari
Egy. Bahkan, Egy bilang adiknya itu
pernah sampai pingsan gara-gara mendengar petir yang sangat keras. Tentu saja kali ini dia tidak akan membiarkan
Mela pingsan atau mungkin sampai kejang-kejang gara-gara petir. Bisa-bisa orang tua Mela akan menuntut Dimas
karena tidak mau menemani Mela.
“Lo tuh gak punya temen selain Egy ma Gue apa
!”, Dimas menatap Mela yang duduk di meja makan.
“maksudnya apaan sih lo nanya kayak
gitu?”, Mela berjalan dan duduk di samping Dimas.
“iya, elo tuh dari dulu pertama kali
gue kesini sampe sekarang gue gak pernah liat lo bawa temen-temen lo kesini”
“emang penting?”, Mela sedikit
tersinggung. Apa yang dikatakan Dimas
memang benar. Dia memang tidak pernah
punya teman dekat atau sahabat. Sangat
kontras dengan keadaan ABG zaman sekarang yang selalu punya geng, komunitas,
atau sekedar teman untuk hang out dan have fun.
“Penting lah Chik.
Makanya jangan belajar mulu di kamar.
Gaul dong dikit !”, Dimas berkata dengan nada mengejek yang lagi-lagi
membuat Mela cukup tersinggung. Mela
memang bukan anak gaul, dari kecil sampai sekarang Mela lebih suka belajar di
dalam kamar. Tak heran, prestasinya dari
SD sampai sekarang sudah segudang. Tapi
Mela bukan termasuk anak nerd yang
berkaca mata tebal, rambut dikepang dua, kemana-mana membawa buku, dan menjadi sasaran
kejailan teman-temannya. Mela cantik,
bahkan mendekati sempurna. Kulitnya
putih bersih plus halus, matanya bulat dengan bulu mata lentik mirip Bundanya yang
keturunan Arab, hidungnya mancung, bibir mungilnya merah alami, rambut lurus
berponi menambahkan kesan imut pada wajah bersihnya. Badannya memang tak terlalu tinggi, tapi juga
bukan termasuk golongan orang pendek, sedang-sedang saja. Siapa yang tidak suka dengan gadis seperti
Mela? Namun sayang, Mela terlalu galak untuk ditaklukkan.
“Eh jangan-jangan lo juga belom
pernah pacaran ya? Atau malah belom pernah jatuh cinta?”, Dimas menyenggol
lengan Mela lalu tertawa terbahak.
“ngapain sih lo ngurusin gue? Biarin
aja gue gak pernah punya pacar, emangnya elo pacarnya bejibun? Lagian gue kan
baru anak SMP, wajar dong kalo belum pernah pacaran !”, lagi-lagi lelaki tampan
di sebelah Mela membuatnya kesal. Selalu
saja begitu.
“heh Chik lo tau gak pas gue
seumuran elo nih gue udah ganti pacar empat kali tauk !”
“Gak penting !”, Mela kesal dan
meninggalkan Dimas sendirian di ruang keluarga.
Sedangkan Dimas tertawa puas melihat Mela kali ini kalah.
“Huuuuhh kak Dimas ni gak bisa apa
kalo sehari aja gak bikin aku kesel !
aku kan gak suka…”, Mela memukul mukul guling di kamarnya. Perasaannya pada Dimas memang aneh. Kadang suka, kadang benci, kadang kangen,
kadang muak. Mela sendiri kadang bingung
bagaimana mengartikan perasaannya itu.
Hujan masih belum reda, petir juga
masih saja menyambar. Dimas ingin
pulang, tapi tidak tega meninggalkan Mela sendirian di rumah. Entah kenapa hari ini mempunyai rasa
bertanggung jawab menjaga Mela selama keluarganya belum pulang dari Semarang. Tapi sepertinya perut Dimas tidak bisa diajak
kompromi, dia baru ingat kalau dia belum makan siang dan dia yakin Mela juga
belum makan siang.
Dimas berdiri di depan kamar
Mela. Rumah ini memang sudah seperti
rumahnya sendiri, tapi dari dulu sampai sekarang dia tidak pernah masuk ke
kamar Mela. Dimas mengetuk kamar Mela.
“Chika…!”, tidak ada jawaban
“Chikkk….”, masih tetap tidak ada
jawaban.
Sampai ketiga kalinya Dimaa mengetuk
kamar Mela, tetap tidak ada jawaban.
Dimas mulai berpikir untuk langsung masuk saja ke dalam.
“Sopan gak ya kalo langsung masuk ke
dalem?”, Dimas menimbang-nimbang.
Kemudian dia memutuskan untuk langsung saja masuk ke dalam.
Dimas membuka pintu perlahan,
dilihatnya Mela sedang tertidur pulas terbungkus selimut. Dimas tidak tega membangunkannya. Entah kenapa ada debar-debar aneh ketika
Dimas mendekati Mela dan berjongkok di pinggir tempat tidurnya.
Dimas tersenyum, “so beautiful”,
bisiknya.
Akhirnya Dimas memutuskan untuk
tidak membangunkan Mela yang sedang tidur nyenyak. Dia pergi ke dapur dan mencari makanan atau
sekedar cemilan yang bisa untuk mengganjal perut.
“nasi bungkus? Pasti punya Chika.
Kok gak dimakan ya?”
“Laper kak?”, tiba-tiba Mela sudah
berdiri di belakangnya.
“lumayan sih. Gue keluar dulu ya cari makan. Lo kan udah ada nasi bungkus”
“Mmmm…gak usah kak. Tunggu bentar”, Mela mengambil piring dan
membagi dua nasi bungkusnya. Satu piring untuk Dimas, dan satu piring
untuknya. Awalnya Dimas ragu, setengah
porsi nasi bungkus mana cukup untuk makan siangnya. Tapi melihat senyum polos Mela yang senang
karena bisa membagi makan siangnya, Dimas tidak tega untuk menolak.
“Chik, kok gue masih laper ya?”,
kata Dimas setelah makan siangnya habis.
“gue juga !”, Mela mengelus-elus
perutnya.
“gimana kalo sekarang kita keluar
cari makan?”
Akhirnya mereka berdua pergi mencari
tambahan makan siang mereka. Hujan pun
berhenti ketika mereka sedang di perjalanan.
Dimas memutuskan untuk membeli jagung bakar saja di tempat biasa ia dan
Egy nongkrong.
“kak ada pelangi tuh!”, seru Mela
sambil mengunyah jagung bakarnya.
“mau diapain juga!”, seperti biasa
Dimas terlihat sangat cuek.
Mela begitu menikmati menghabiskan
senja berdua di tempat itu, sebuah taman yang luas dan ada danaunya. Bukan kali pertama mereka kesitu, dulu Mela
juga pernah ikut Egy menemani Dimas kencan.
Tapi kali ini hanya berdua, benar-benar berdua.
Pukul enam sore Mela tiba di
rumah. Persaannya benar-benar senang
hari itu.
“gak takut sendirian di rumah?”,
Tanya Dimas ketika Mela turun dari mobilnya.
“Nggak”, Mela menggeleng.
“gue pulang dulu, besok gue jemput”,
lalu Dimas segera pergi dengan mobilnya.
Mela terpaku, dia tidak percaya
dengan apa yang Dimas katakan tadi.
“Apa tadi dia bilang? Ya
Tuhaaannnn……”, Mela berlari ke kamarnya.
Hatinya benar-benar sedang berbunga-bunga. Sesekali dia bernyanyi lagu cinta sebelum
akhirnya dia belajar untuk ujian besok.
***
bersambung
0 komentar:
Posting Komentar